Saat ini umat Islam di mana pun juga tengah menghadapi ujian yang sangat berat. Mereka tidak lagi hidup dalam budaya sendiri (al-hadharah al-islamiyah), tapi hidup dalam dominasi budaya yang sekular (al-hadharah al-gharbiyah), di bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, pergaulan, dan sebagainya. Seorang muslim ibarat ikan yang tidak lagi hidup dalam habitatnya yang alami yaitu air, tapi dipaksa hidup di darat, di luar habitatnya. Ikan ini pasti akan segera mati. Artinya, seorang muslim akan tergerogoti dan tergerus jatidiri keislamannya sedikit demi sedikit.
Kehidupan yang tidak wajar ini tentu akan menimbulkan kehancuran bagi tiap-tiap individu muslim. Kecuali mereka yang mampu bertahan dan berpegang teguh dengan Budaya Islam serta mampu bertahan dari cengkeraman dan dominasi budaya sekuler. Di sinilah diperlukan pemahaman tentang kaidah-kaidah Islam dalam menyikapi budaya sekular saat ini, agar seorang muslim dapat istiqamah berbudaya Islam dan tidak terjerumus ke dalam Budaya yang sesat.
Seperti yang terjadi di kabupaten Purwakarta Jawa Barat, sudah 3 tahun berturut-turut pemerintah setempat kerap menyelenggarakan festival budaya baik itu lokal ataupun asing.
layaknya yang terjadi pada tahun 2011 lalu, pemda setempat menggelar Festival nasi tumpeng untuk memperingati hari jadi Purwakarta ke-180, peserta dikerahkan dari kalangan PNS di Purwakarta dan sebagian dari umum. Tak kurang, diperkirakan 20 ribu orang juga dilibatkan. Peserta mulai mengular di jalan Terusan Ibrahim Singadilaga dan berakhir di Gedung Kembar Situ Buleud Purwakarta. Peserta diwajibkan memakai pakaian khusus kebaya putih hitam untuk perempuan dan Pangsi untuk laki-laki yang memang menjadi ciri khas Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
Kata K.H Abdullah A.S Joban, Ketua FUI Kabupaten Purwakarta, Jumat, 15 Juli 2011. Menurut Joban Festival Tumpeng tersebut sebetulnya hanya dijadikan "bungkus" oleh Bupati Dedi Mulyadi dalam mengemas tujuan pribadi dia yang sebenarnya. Yakni perbuatan mistik dan syirik.
Indokator itu bisa dilihat dengan gencarnya Dedi membungkus setiap pepohonan di pinggir jalan dengan kain dan plastik warna "hitam-putih" lambang yang selama ini dimagiskannya. Lalu, akan ada arak-arakan kereta kencana yang dikalungi bunga dan ritual pembakaran kemenyan.
Yang paling menyinggung perasaan umat, Dedi nekad menggelar Festival Tumpeng tersebut bertepatan dengan malam Nisfu Sya'ban, Dia telah menodai ibadah ritual agama Islam.
Bagaimana tidak? Pada saat kita menjerit meminta pengampunan dari Allah SWT, ia dengan bangga mengajak ribuan orang turun ke jalan untuk menyaksikan festival maksiat yang ia gelar.
sungguh telah tampak di depan mata bahwa Dedi memang bukan muslim yang taat. Nauudzubillah
Tiga Tahun berlalu, kini Purwakarta genap berusia 183 Tahun. yang membuat umat tercengang, kini Dedi menggelar Festival Asia Pasifik yang mana negara-negara seperti Jepang, Korea, Thailand, Singapura, Malaysia, dll akan hadir di tengah-tengah masyrakat purwakarta yang mayoritas adalah Muslim.
Jika Dedi ini tahu bahwa acara yang ia gelar akan banyak menimbulkan mudharat maka saya yakin ia akan mengurungkan niatnya untuk itu. kenapa?
24 Agustus lalu, sebelumnya Dedi telah menggelar pawai cetok dengan peserta lebih dari 50.000 orang, mulai dari PNS, warga sipil serta pelajar dilibatkan pada perhelatan ini, tak ayal acara tersebut mendapat penghargaan dari MURI. namun yang membuat bulu kuduk merinding adalah Dedi meminta semua peserta berkumpul di garis star yaitu di depan Pasar Juma'ah tepat jam 4-5 sore. Setelah peserta berkumpul maksiat masal terjadi.
Ribuan peserta pawai cetok memadati jalan raya tepat saat Adzan magrib, Naudzubillah mereka melewatkan kewajiban Shalat Magrib demi acara tak berguna itu.
Pemimpin adalah pelayan bagi pengikutnya. Seorang pemimpin yang dimuliakan oleh orang lain belum tentu keadaan tersebut menunjukkan sebagai suatu tanda kemuliaan kerana pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu berkhidmat dan menjadi pelayan bagi kaumnya.
Pemimpin adalah pemandu yang memberikan arahan pada pengikutnya untuk menunjukkan jalan yang terbaik agar selamat sampai ke tujuan tertentu dan ini akan hanya tercapai dengan sempurna jika ianya di bawah naungan Syari’at Islam.
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Menurut Shihab (2002) ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 124, "Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah swt menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim".
Wallahu'alam